Senin, 27 Oktober 2014

Kamu membuatku tidak bisa menulis lagi

Selamat bertemu lagi.

Aku terlalu menyedihkan untuk menggoreskan tinta di sebuah kertas. Maka, aku menulisnya disini. Dijamin, tulisan ini bakalan lebih berantakan ketimbang scramble egg. Dijamin.


Belakangan ini, aku kerap mengunduh beberapa lagu yang berasal dari era masa putih abu-abu yang kelabu itu. Bukan. Bukan untuk mencari jejak seseorang atau sesuatu dari masa lalu, tapi lebih kepada membandingkan apa yang seharusnya aku bandingkan sejak dulu. Sejak itu.


Angin malam kawasan Kemang, Jakarta Selatan membuatku tertegun. Aku terdiam sendirian didalam mobil ditemani asap yang mengepul dari mulutku. Melalui radio, samar-samar aku mendengar.


"Benarkan, bahwa cinta mampu mengobati segala rasa sakitku ini? Ingin kupercaya, ingin kupercaya... Kau bilang cinta slalu mengerti... Kau bilang cinta tak salah... Kau bilang cinta kan saling percaya..."


Tahun-tahun itu, kupikir jadi dewasa itu menyenangkan. Aku pikir, menjadi dewasa berarti menjadi semakin tidak berhati, semakin tidak peduli, lalu aku bisa bahagia. Tentunya, konsep kebahagiaan tersebut sudah jauh berbeda dengan apa yang muncul dibenakku pada masa itu.


Satu cup caffee latte dan obrolan pribadi dengan pertanyaan yang bertubi-tubi dengan seorang sahabat membangunkan dari tidurku. Tidur panjangku. Ada kala dimana aku memilih tertidur dan tak pernah ingin terbangun. Aku membenamkan diriku. Aku kalah. Aku nggak bisa mendapatkan jawaban dari semua permasalahan-permasalahanku yang akhirnya kutinggal lari. Mati sendiri. Lalu kali ini, aku terbangun. Aku merasakan sakit lagi.


6 tahun sudah berlalu sejak itu. Aku pikir, hal paling menyakitkan dalam cinta adalah ketika orang yang kita cintai, mencintai orang lain. Aku salah. Sekelumit obrolan di pagi hari itu menegaskan padaku bahwa yang paling menyakitkan adalah cinta yang mengubahmu menjadi orang lain, lalu menyalahkanmu, lalu meninggalkanmu, lalu membuatmu tak lagi merasa memiliki harga diri sebagai seorang kamu yang seutuhnya. Itu.


Dan, cinta yang pernah kita percaya pada satu hari, akan berubah menjadi cinta yang lain.

Dan, semua pertanyaan yang selalu ingin untuk diketahui jawabannya, akan kamu terima sebagai sesuatu yang nggak pernah penting lagi.
Dan, pada akhirnya, kita tidak lagi ingin mengetahui, kita tidak ingin lagi memaafkan.
Kita lari, dan melupakan.
Kita mati, dan berubah menjadi seseorang yang lain.

And last but not least...


Dear, you...

Maybe we'll "meet" again, when we are slightly order and our mind less hectic, and I'll be right for you and you'll be right for me.
But right now, I am chaos and you are poison to my heart.


Lalu, yakin bisa jatuh cinta lagi?

Minggu, 22 Juni 2014

tigapuluhsatu huruf r

Saya ingin sekali menulis, tapi mulai darimana ya?

For the very first time in 3 years, I finally feel it again. Love and its worst feeling ever in this whole world.

Ada R. Selalu ada R. Setidaknya selama 930 hari kebelakang. R yang selalu mengajarkan pada saya makna sesungguhnya dari kalimat "perfect imperfection". Oh yeah. They said you never know, whether it's a jerk, liar, stupido or even the worst guy in the world, you just can't deny it, the four letters that sacrifice you a lot in life: love.

Masa depan dan semua hal tentangnya, -sebenarnya, lama-lama cuma jadi pikiran pribadi yang bikin mual. Pikiran yang nggak bakalan pernah sinkron sama apa yang ada di hati. Satu hati yang belum tentu bisa sinkron, gimana dua? Tahun ini saya 23. Tahun dimana semuanya bakalan mesti dipikirin pake logika, bukan hati. Ironisnya, mentingin logika bikin saya nggak bisa tidur nyenyak karna menyiksa hati, tapi mentingin hati bikin saya nggak bisa hidup sukses seperti apa yang saya cita-citakan selama ini. Serba salah. Bahkan diri saya aja nolak untuk mengerti ini.

Berbicara tentang R. Anggap saja ia berasal dari dunia yang luar biasa berbeda. Semacam film upside down? Mungkin. Ada kalanya, entah seberapa jauh R merasa melangkah, ia hanya bergerak beberapa inci dari sana. Entah seberapa keras R merasa beranjak, ia hanya tetap terpaku disana. Lalu saya bisa apa? Orang-orang yang suka sok bijak bilang perbedaan itu indah. Well, that's pretty much hard to accept anyway. Bagaimana caranya menerima disaat saya selalu mempertanyakan? Bagaimana caranya menerima saat saya selalu merasa berputar? Berputar mengelilingi tempat yang sama. Mengeluh pada semua hal yang sama. Menyakiti seseorang yang sama. R dan tentunya, saya sendiri.

Tulisan ini sebenarnya menyakiti. Tapi saya masokis.

Lanjut.

Saya nggak pernah tau, apakah R akan membaca ini atau tidak sama sekali saking muaknya. Saya mencoba menjelaskan hal-hal yang tidak pernah ia mengerti, bahkan saya sendiri pun nggak yakin kalau saya mengerti. Nyatanya, di satu hari kita menemukan titik itu, titik dimana kita harus berhenti sesaat untuk dapat tau, bisakah kita memulainya lagi atau tidak sama sekali?

Saya tidak cukup baik. Sebenar-benarnya nggak cukup baik.
I just wanna try to tell you this:
The love that I feel, that I'm still feelin', is more than what you thought and more than what I thought. The pain that we've got is more than you deserve and more than I deserve.
This is so right. This is so wrong.
Who am I to explain this complicated feeling?

Kamu adalah titik terjauh saya saat ini. Titik dimana saya harus beranjak pergi. Titik terberat yang akan selalu menarik saya untuk kembali. Titik yang akan menjadi saya menjadi yang lebih baik.

Saya terlalu sedih untuk lanjut mengetik.
Saya lagi luar biasa cengeng belakangan ini.
Mungkin lain kali.

I'm nothing but your previous page, R.
My 31 R.
But I don't wanna say goodbye for now.

Terima kasih, karena telah menjadi alasan untuk saya menulis lagi.
Kamu terlalu berarti dalam hidup saya untuk tidak ditulis.

:)

Jumat, 04 Oktober 2013

Kosong kosong.

Hai, selamat bertemu lagi...

Kosong-kosong lebih satu.
Aku tak pernah merasa ingin didengar lebih dari ini. Namun aku tak pernah merasa tak didengar lebih dari ini. Dua puluh dua. Begitu cepat. Entah mungkin malah terlalu cepat hingga ketika aku berdiri di pinggir jalan itu, beberapa lelaki berbaju rapi, -orang kantoran, melempar senyum dan kubalas dengan tatapan aneh.
"Masa orang kerja gangguin anak SMA sih?"
Oops. Tersadar. Dua puluh dua.

Kosong-kosong lebih tujuh.
Aku mengingatnya lagi, dengan teramat jelas. Rasanya mengguncang kepala hingga terasa sakit menghujam. Hingga rasanya aku malu pada tembok yang menatapku sejak tadi pagi, pada tembok yang selalu menjadi saksi. Aku tak pernah membagi fakta yang selaras dengan impian ku padamu, wahai tembok. Aku selalu palsu dan kau selalu mengernyit mencemohku. Aku pun benci. Tak mau lima tahun lagi, sepuluh tahun lagi, meringkih seperti ini. Kamu tahu itu.

Kosong-kosong sebelas.
Pikiranku masih omong kosong. Tembok masih disini, sakitnya masih disini. Jika tertidur memang obat dari segala sakit, mengapa ia tak mampu melelapkan dan menghapus pedihku? Bukankah tidur adalah tempat terbaik bagi para manusia yang selalu berlari menjauhi kenyataan pahit hidupnya? Aku tidak peduli. Aku rasa  aku lebih ingin terjebak ke dalam pekatnya mimpi buruk ketimbang dimakan pikiranku. Tambah sakit.

Kosong-kosong lima belas.
Ada yang ngetweet tentang cinta. Mengapa mereka hobi berceloteh tentang cinta? Bukankah cinta hanya sebuah rasa yang tak perlu diumbar? Perlukah cinta diketahui? Perlukah cinta dimengerti?

Aku tidak pernah lagi mempercayai bahwa menemukan cinta berbanding lurus dengan menemukan jodoh.
Aku tidak pernah lagi mempercayai bahwa aku mengerti.
Semua orang bilang mereka paling mengerti tentang cinta, tapi mereka tak punya rasa.
Semua orang bilang mereka mencinta, tapi takut kehilangan, si manusia, bukan si cinta.
Semua orang bilang cinta itu semu, tapi mereka tak benar-benar nyata.
Jadi...

Punya jawabnya?

Senin, 24 Juni 2013

Dua puluh satu tambah satu

Hai...
Ingin nulis apa ya?

Tik tok... It's been a long long time.
Saya masih disini. Di sebuah kotak kecil, tapi tetap dengan imajinasi 20x lipat lebih besar daripadanya, tapi sedikit banyak saya sudah berubah. Bukan lagi anak percintaan. Hahaha. It's not about I don't believe in love anymore -for sure, I only no longer believe if there's still a nice man around the world. Nah! Why should I? Am I a nice one? No.

Perubahan jelas ada.
Dari rambut panjang, pendek, lurus, ikal, poni kanan, poni kiri, nggak pake poni. Saya nggak pernah benar-benar dapat jawaban kenapa kita semua mesti berubah, terlebih ketika perubahan tersebut menyakitkan. Dapatkah kita benar-benar bertahan menjadi orang yang sama? Does the word 'forever' even ever exist in a real life? Ini kenapa jadi serius? Hahaha.

Dua puluh satu tahun -akan nambah satu tahun ini, saya punya dua puluh satu milyar cerita. Dari yang manisnya kayak red velvet yang bikin diabetes sampai pahit semacam ngunyah panadol nggak pake air. Dua puluh satu tahun saya sadar kalo saya nggak berdiri untuk jadi orang sukses, jadi orang pintar, jadi orang terkenal, tapi jadi orang yang belajar hidup. Dua puluh satu tahun, saya masih aja nggak normal. Masih.

Saya nggak bilang kalo saya ngerti hidup. Tua amat. Di dua puluh satu ini, saya cuma jadi lebih ngerti kalo "Eh gue udah beli sepeda fixie juga doooong." atau  "Ih nggak gaul abis deh loooo nggak nonton konser ini, nggak punya baju ini, nggak punya ini itu." cuma dua dari jutaan hal yang akan saya tertawakan sebagai sebuah kebodohan, nantinya. Pasti abis baca yang tadi, kamu langsung bilang saya mainstream, dulu atau sekarang sama saja. Iya emang mainstream. Emang kamu nggak mainstream? Bukannya orang-orang anti-mainstream juga sekarang mainstream ya? Tau ah.

Dua puluh satu, hidup saya masih aja ruwet kayak rute angkot di Bandung, tapi kisah cinta nggak kok, malahan lebih kayak Jakarta waktu kena traffic hour, semacet-macetnya, sejenuh-jenuhnya, semuanya direlain karena sesuatu yang baik. Yes yes, love can be so boring they said -well then it's not love I said.
The you would say what I feel is not a love? May God answer you. *ting* ;)

Waktu belasan, setengah mati saya ingin banget tau apa yang ada di pikiran dan hati orang-orang di sekitar saya. Iya, terutama dia, dia, dan dia, tapi di dua puluh satu, saya cuma bisa mewujudkan salah satunya. Pada akhirnya, kita semua dapat membaca pikiran orang-orang ini -meski sedikit, tapi entah gimana nggak pernah bisa membaca hati. Ya, selalu ada alasan kenapa Tuhan cuma menciptakan manusia pembaca pikiran, bukan pembaca hati. Eh, ini mah ujung-ujungnya ngomongin cinta.

Tuh. Saya jadi ngantuk.
Saya senyum keinget sesuatu, ya, seseorang :)

Dua puluh satu, I realize, trying so hard to, that sometimes or even many times, you just gotta accept that some people can only be in your heart, not in your life.
Tambah satu, to admit is a key. Kamu nggak akan pernah ngerti apa yang saya tulis, yang saya rasa, kenapa saya nulis ini.

Dua puluh satu, ada yang pernah bilang ke saya, "Jalan memutar bukan untuk menyesatkan, tapi untuk kita dapat menghargai arti dari sebuah tujuan.".
Tambah satu, I think that you can love people who aren't good for you too.

Dua puluh satu, I will sing: "Because the love that you lost, wasn't worth what it costs, and in time you'll be glad it's gone."

Dua puluh satu tambah satu, masih.
Masih.


:)

Minggu, 27 Mei 2012

M

"Dia memang bukan lelaki yang paling aku cintai dalam hidupku, atau malah bukan sama sekali, tetapi aku menikahinya. Mengapa? Karena aku yakin, aku selalu mendapat orang yang terbaik untuk hidupku, dan itu adalah dia."

-M

Sabtu, 16 April 2011

16 April 2011

Andai saya tahu kenapa saya menulis semua ini di malam ini…
Saya sendirian di sabtu malam ini. Ya saya sendiri. Disini cuma ada saya, hati saya yang kosong, tugas saya yang bertumpuk-tumpuk, dan kamu di pikiran saya. Kamu yang saya juga nggak tahu kenapa nggak pernah berkehendak untuk enyah dari sana. Kamu yang hanya saya dan Tuhan yang tau. Dramatisasi. Sebenarnya sudah banyak yang tahu. Saya rasa saya tidak pernah bisa bahagia sampai saya bertemu dengan kamu. Ya, kamu. Walau mungkin bertemu dengan saya bukan impian kamu… Tapi kamu impian saya! Dan saya sering membayangkan, berkhayal dalam diam. Menerawang jauh menembus masa depan yang tak bisa saya gambarkan. Saya dan kamu berjalan, berbeda arah, menggandeng tangan orang lain. Saya tersenyum, kamu juga. Kita sama-sama tahu, kita sudah mendapatkan yang terbaik untuk kita. Dan saya nggak akan pernah patah hati lagi karena kamu: melihat foto kamu, membaca tweet kamu, dan menduga pikiran dan hati kamu. Karena sesungguhnya semua sudah terbaca, meski kadang mata saya buta membaca semua itu —kadang malah bertingkah seperti saya tidak pernah membacanya.Ngomong-ngomong , tadi saya bilang kalau kamu itu impian saya? Saya nggak yakin, sebenarnya. Tapi saya rasa kamu itu satu dari (cuma) puluhan hal yang bisa membuat saya mau berlari mengejar sesuatu. Yang saya tahu, kamu cuma diam pas saya kejar, tapi anehnya saya nggak sama sekali bisa menjangkau kamu dari jarak yang sedekat itu. Kamu tahu rasanya? ANEH. Lucu, ketika mungkin kamu suatu saat membaca tulisan ini dan berpikir “Buat siapa ya, si Chaca nulis ini?”. Oh! Yaudahlah~ Tulisan ini lama-lama menyakiti. Tapi, saya benar-benar nggak tahu kenapa butuh jeda 1 jam untuk menulis kalimat terakhir ini: Nyatanya, hati memang tidak berpindah semudah itu. Nyatanya, saya sekarang tahu rasanya bagaimana mencintai seseorang hingga sesakit ini, sesesak ini -sesinting ini. Dan itu semua buat kamu. Kalau suatu hari kamu tahu tentang semua ini, berterima kasihlah! Karena untuk 19 tahun saya hidup, saya berharap ada orang yang mencintai saya seperti saya mencintai kamu, mematikan detak jantungnya seperti detak jantung saya yang mati karena berusaha mengucap nama kamu disaat semua temanmu tertawa, memandang ini sebuah lelucon dan berpikir bahwa kamu baik-baik saja dan… orang itu benar-benar ada. Nggak fiksi.

Sabtu, 24 Juli 2010

Gombal gagal

In his white car.

Gue: Ndro, kok diem aja sih? (muka jail)
Andro: Mau apa lu emangnya?
Gue: (mikir bego)
Andro: Anyway... Still you don't believe in miracle, do you?
Gue: I do
Andro: (noleh pelit)
Gue: (muka mancing)
Andro:You don't believe it
Gue: Gue percaya
Andro: Ngeh?
Gue: I even got it
Andro: If you tryna lying , I'd go with say that I didn't love you
Gue: I did that miracle
Andro: (muka nanya)
Gue: It was you (muka manis nahan cekikikan)
Andro: (diem, ga ada ekspresi)
Gue: Yah kok lo ga geer murahan gitu sih?
Andro: Manis sih
Gue: (bertanya: apa yg manis?)
Andro: Tapi ga semanis perasaan lo ke gue
Gue: Oh yeeeeeeeeeeeeeeeah -_-

Minggu, 04 Juli 2010

Di radio, Aku dengar...

Penutup sebuah siaran malam:

"Well you have to know. That's sweet, when there is someone who knows every detail about you. Not because you keep reminding on him, but because he pay attention"
Whether this is applies on real world?

Jakarta: Ketika Permak Levis menjadi Vermak Lepis

Beda orang, beda kondisi, beda situasi dan beda dalam menanggapi.

Orang : "Yaampun busway kok penuh banget? Ngga memuaskan nih pelayanannya"

Orang lainnya : "Alhamdulillah busway penuh gitu, akhirnya pada banyak yang milih naik angkot saya"

-----

Orang: "Ewww ini petugasnya kok banyak banget ya? Makan gaji buta banget sih"

Orang lainnya : "Petugasnya cuma segini ya, coba bandingin sama dulu, jauh lebih banyak jadi pelayanannya oke"

Orang lainnya : "Syukur deh pegawai ditambah, jadi kita ga cape cape banget"

Orang lainnya : "Haduh, pegawai nambah, pengeluaran gaji karyawan nambah"

-----

Orang : "Ih kok promo murah nya udahan sih? Kan kalo mau makan disitu jadi beli yang mahal lagi deh"

Orang lainnya : " Alhamdulillah promo nya udah abis, jadi store ngga terlalu rame, jadi bisa nafas sedikit"

-----

Orang : "Kenapa sih cowok gue mutusin gue? Gue sedih banget"

Orang lain : " Syukur deh mereka putus, mungkin ini saatnya gue ngungkapin perasaan gue"

-----

Orang : "Gila ya nih kampus! Belom apa-apa uang semesteran naik lagi, naik lagi! Korupsi banget tuh orang-orang rektorat!"

Orang lain : "Wah akhirnya ada tambahan dana juga untuk riset kita"

Orang lainnya : "Alhamdulillah gaji naik, walau cuma tukang potong rumput di taman kampus, jadi bisa tetap nyekolahin anak"

-----

Orang : "Gila kali ya pemerintah, jalanan Jakarta yang normal aja kalo udah traffic hour macetnya parah banget. Nah, ini mau ditambah bikin busway yang minta seperempat ruas jalan. Ga kebayang gue"

Orang lainnya : "Ih untung ya ada busway, kalo mau ngantor jadi lebih murah, cepat dan aman"

Orang lainnya : "Ah! gara-gara busway nih setoran gue tiap hari ngurang! Bisa bangkrut kalo kayak gini terus"

Orang lainnya : "Untung banget ada busway, biasanya kalo mau ke PIM (Pondok Indah Mall) naik taksi mahal banget, sekarang cuma bayar Rp3.500,- deh"

-----

Orang : "Wah parah banget pembajakan di Indonesia. Mereka (Pembajak) nggak mikir apa ya kalo yang mereka lakuin tuh ngerugiin negara banget"

Orang lainnya : "Wah penjualan album kita turun gara-gara banyak kaset bajakan. Ckckck"

Orang lainnya : "Untung ya ada kaset bajakan, kita kan jadi mampu beli dan tetep dengerin lagu/film yang kita suka. Kalo yang asli kan mahal banget, mending buat makan deh duitnya"

-----

Orang : "Yah mau nggak mau, daripada stok barang itu kebanyakan, lebih baik kita kasih diskon besar"

Orang lainnya : "Ih asik bangeeeeeeet! Lagi diskon gede gitu tas itu. Akhirnya kebeli juga"

Orang lainnya : "Ah shit! Apaan nih diskon? Tau gitu gue kemaren nggak beli, mana mahal, eh sekarang malah cuma setengah harga"

-----

Terbuka kah pikiran kalian?

Senin, 31 Mei 2010

Bukan salah turis, turisnya yang bukan


Ada kisah konyol, tragis dan menggelitik dibalik foto saya dan teman-teman saya diatas. Berlokasi di Pelabuhan Sunda Kelapa, Saya dan kedua teman saya, Pelangi dan Q, berniat untuk mencari spot yang bagus, dalam rangka tugas kuliah broadscasting nya si Pelangi. Tidak ada yang aneh, awalnya, sampai kami bertiga tiba didepan gerbang utama pelabuhan tersebut.

Bapak satpam: "Eh eh eh kam hir ser (come here, sir!)"
Saya dan kedua teman saya kebingungan.
Bapak satpam: (muka nya bingung juga) "Ser turis ya?"

Wah rasanya mau ketawa guling-gulingan saat itu juga. Saya ngga ngerti apa emang muka saya ada aksen jepang atau cina gitu, atau temen saya yang dimaksud, atau apalah. Pas kita ngomong bahasa Indonesia (yaiyalah muka melayu gini pak, duh!), bapaknya langsung ngga interest gitu, ngga jadi dapat duit katanya. Saya jadi keingetan iklan di televisi, yang ada abang-abang bilang "Sama turis harus baik, biar devisa negara kita ningkat". Haha tapi mungkin harus ditambahkan kata-katanya, baik sama turis yang mana dulu ...