Selamat bertemu lagi.
Aku terlalu menyedihkan untuk menggoreskan tinta di sebuah kertas. Maka, aku menulisnya disini. Dijamin, tulisan ini bakalan lebih berantakan ketimbang scramble egg. Dijamin.
Belakangan ini, aku kerap mengunduh beberapa lagu yang berasal dari era masa putih abu-abu yang kelabu itu. Bukan. Bukan untuk mencari jejak seseorang atau sesuatu dari masa lalu, tapi lebih kepada membandingkan apa yang seharusnya aku bandingkan sejak dulu. Sejak itu.
Angin malam kawasan Kemang, Jakarta Selatan membuatku tertegun. Aku terdiam sendirian didalam mobil ditemani asap yang mengepul dari mulutku. Melalui radio, samar-samar aku mendengar.
"Benarkan, bahwa cinta mampu mengobati segala rasa sakitku ini? Ingin kupercaya, ingin kupercaya... Kau bilang cinta slalu mengerti... Kau bilang cinta tak salah... Kau bilang cinta kan saling percaya..."
Tahun-tahun itu, kupikir jadi dewasa itu menyenangkan. Aku pikir, menjadi dewasa berarti menjadi semakin tidak berhati, semakin tidak peduli, lalu aku bisa bahagia. Tentunya, konsep kebahagiaan tersebut sudah jauh berbeda dengan apa yang muncul dibenakku pada masa itu.
Satu cup caffee latte dan obrolan pribadi dengan pertanyaan yang bertubi-tubi dengan seorang sahabat membangunkan dari tidurku. Tidur panjangku. Ada kala dimana aku memilih tertidur dan tak pernah ingin terbangun. Aku membenamkan diriku. Aku kalah. Aku nggak bisa mendapatkan jawaban dari semua permasalahan-permasalahanku yang akhirnya kutinggal lari. Mati sendiri. Lalu kali ini, aku terbangun. Aku merasakan sakit lagi.
6 tahun sudah berlalu sejak itu. Aku pikir, hal paling menyakitkan dalam cinta adalah ketika orang yang kita cintai, mencintai orang lain. Aku salah. Sekelumit obrolan di pagi hari itu menegaskan padaku bahwa yang paling menyakitkan adalah cinta yang mengubahmu menjadi orang lain, lalu menyalahkanmu, lalu meninggalkanmu, lalu membuatmu tak lagi merasa memiliki harga diri sebagai seorang kamu yang seutuhnya. Itu.
Dan, cinta yang pernah kita percaya pada satu hari, akan berubah menjadi cinta yang lain.
Dan, semua pertanyaan yang selalu ingin untuk diketahui jawabannya, akan kamu terima sebagai sesuatu yang nggak pernah penting lagi.
Dan, pada akhirnya, kita tidak lagi ingin mengetahui, kita tidak ingin lagi memaafkan.
Kita lari, dan melupakan.
Kita mati, dan berubah menjadi seseorang yang lain.
And last but not least...
Dear, you...
Maybe we'll "meet" again, when we are slightly order and our mind less hectic, and I'll be right for you and you'll be right for me.
But right now, I am chaos and you are poison to my heart.
Lalu, yakin bisa jatuh cinta lagi?
Senin, 27 Oktober 2014
Minggu, 22 Juni 2014
tigapuluhsatu huruf r
Saya ingin sekali menulis, tapi mulai darimana ya?
For the very first time in 3 years, I finally feel it again. Love and its worst feeling ever in this whole world.
Ada R. Selalu ada R. Setidaknya selama 930 hari kebelakang. R yang selalu mengajarkan pada saya makna sesungguhnya dari kalimat "perfect imperfection". Oh yeah. They said you never know, whether it's a jerk, liar, stupido or even the worst guy in the world, you just can't deny it, the four letters that sacrifice you a lot in life: love.
Masa depan dan semua hal tentangnya, -sebenarnya, lama-lama cuma jadi pikiran pribadi yang bikin mual. Pikiran yang nggak bakalan pernah sinkron sama apa yang ada di hati. Satu hati yang belum tentu bisa sinkron, gimana dua? Tahun ini saya 23. Tahun dimana semuanya bakalan mesti dipikirin pake logika, bukan hati. Ironisnya, mentingin logika bikin saya nggak bisa tidur nyenyak karna menyiksa hati, tapi mentingin hati bikin saya nggak bisa hidup sukses seperti apa yang saya cita-citakan selama ini. Serba salah. Bahkan diri saya aja nolak untuk mengerti ini.
Berbicara tentang R. Anggap saja ia berasal dari dunia yang luar biasa berbeda. Semacam film upside down? Mungkin. Ada kalanya, entah seberapa jauh R merasa melangkah, ia hanya bergerak beberapa inci dari sana. Entah seberapa keras R merasa beranjak, ia hanya tetap terpaku disana. Lalu saya bisa apa? Orang-orang yang suka sok bijak bilang perbedaan itu indah. Well, that's pretty much hard to accept anyway. Bagaimana caranya menerima disaat saya selalu mempertanyakan? Bagaimana caranya menerima saat saya selalu merasa berputar? Berputar mengelilingi tempat yang sama. Mengeluh pada semua hal yang sama. Menyakiti seseorang yang sama. R dan tentunya, saya sendiri.
Tulisan ini sebenarnya menyakiti. Tapi saya masokis.
Lanjut.
Saya nggak pernah tau, apakah R akan membaca ini atau tidak sama sekali saking muaknya. Saya mencoba menjelaskan hal-hal yang tidak pernah ia mengerti, bahkan saya sendiri pun nggak yakin kalau saya mengerti. Nyatanya, di satu hari kita menemukan titik itu, titik dimana kita harus berhenti sesaat untuk dapat tau, bisakah kita memulainya lagi atau tidak sama sekali?
Saya tidak cukup baik. Sebenar-benarnya nggak cukup baik.
I just wanna try to tell you this:
The love that I feel, that I'm still feelin', is more than what you thought and more than what I thought. The pain that we've got is more than you deserve and more than I deserve.
This is so right. This is so wrong.
Who am I to explain this complicated feeling?
Kamu adalah titik terjauh saya saat ini. Titik dimana saya harus beranjak pergi. Titik terberat yang akan selalu menarik saya untuk kembali. Titik yang akan menjadi saya menjadi yang lebih baik.
Saya terlalu sedih untuk lanjut mengetik.
Saya lagi luar biasa cengeng belakangan ini.
Mungkin lain kali.
I'm nothing but your previous page, R.
My 31 R.
But I don't wanna say goodbye for now.
Terima kasih, karena telah menjadi alasan untuk saya menulis lagi.
Kamu terlalu berarti dalam hidup saya untuk tidak ditulis.
:)
For the very first time in 3 years, I finally feel it again. Love and its worst feeling ever in this whole world.
Ada R. Selalu ada R. Setidaknya selama 930 hari kebelakang. R yang selalu mengajarkan pada saya makna sesungguhnya dari kalimat "perfect imperfection". Oh yeah. They said you never know, whether it's a jerk, liar, stupido or even the worst guy in the world, you just can't deny it, the four letters that sacrifice you a lot in life: love.
Masa depan dan semua hal tentangnya, -sebenarnya, lama-lama cuma jadi pikiran pribadi yang bikin mual. Pikiran yang nggak bakalan pernah sinkron sama apa yang ada di hati. Satu hati yang belum tentu bisa sinkron, gimana dua? Tahun ini saya 23. Tahun dimana semuanya bakalan mesti dipikirin pake logika, bukan hati. Ironisnya, mentingin logika bikin saya nggak bisa tidur nyenyak karna menyiksa hati, tapi mentingin hati bikin saya nggak bisa hidup sukses seperti apa yang saya cita-citakan selama ini. Serba salah. Bahkan diri saya aja nolak untuk mengerti ini.
Berbicara tentang R. Anggap saja ia berasal dari dunia yang luar biasa berbeda. Semacam film upside down? Mungkin. Ada kalanya, entah seberapa jauh R merasa melangkah, ia hanya bergerak beberapa inci dari sana. Entah seberapa keras R merasa beranjak, ia hanya tetap terpaku disana. Lalu saya bisa apa? Orang-orang yang suka sok bijak bilang perbedaan itu indah. Well, that's pretty much hard to accept anyway. Bagaimana caranya menerima disaat saya selalu mempertanyakan? Bagaimana caranya menerima saat saya selalu merasa berputar? Berputar mengelilingi tempat yang sama. Mengeluh pada semua hal yang sama. Menyakiti seseorang yang sama. R dan tentunya, saya sendiri.
Tulisan ini sebenarnya menyakiti. Tapi saya masokis.
Lanjut.
Saya nggak pernah tau, apakah R akan membaca ini atau tidak sama sekali saking muaknya. Saya mencoba menjelaskan hal-hal yang tidak pernah ia mengerti, bahkan saya sendiri pun nggak yakin kalau saya mengerti. Nyatanya, di satu hari kita menemukan titik itu, titik dimana kita harus berhenti sesaat untuk dapat tau, bisakah kita memulainya lagi atau tidak sama sekali?
Saya tidak cukup baik. Sebenar-benarnya nggak cukup baik.
I just wanna try to tell you this:
The love that I feel, that I'm still feelin', is more than what you thought and more than what I thought. The pain that we've got is more than you deserve and more than I deserve.
This is so right. This is so wrong.
Who am I to explain this complicated feeling?
Kamu adalah titik terjauh saya saat ini. Titik dimana saya harus beranjak pergi. Titik terberat yang akan selalu menarik saya untuk kembali. Titik yang akan menjadi saya menjadi yang lebih baik.
Saya terlalu sedih untuk lanjut mengetik.
Saya lagi luar biasa cengeng belakangan ini.
Mungkin lain kali.
I'm nothing but your previous page, R.
My 31 R.
But I don't wanna say goodbye for now.
Terima kasih, karena telah menjadi alasan untuk saya menulis lagi.
Kamu terlalu berarti dalam hidup saya untuk tidak ditulis.
:)
Langganan:
Postingan (Atom)